Assalamuallaikum Warohmatullahi wabarokatu :)

Senin, 08 Februari 2016

MLM Dalam Pandangan Islam



Oleh: Dr. Ahmad Zain An Najah, MA

Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang menanyakan hukum melakukan transaksi jual beli dengan system MLM (Multi Level Marketing). Tulisan di bawah ini mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan tersebut:

Pengertian MLM

MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkankonsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya.

Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubah-ubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu.

Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan.

Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancarandistribusi. (http://id.wikipedia.org)

Untuk menjadi keanggotaan MLM, seseorang biasanya diharuskan mengisi formulir dan membayar uang dalam jumlah tertentu dan kadang diharuskan membeli produk tertentu dari perusahaan MLM tersebut, tetapi kadang ada yang tidak mensyaratkan untuk membeli produk tersebut. Pembayaran dan pembelian produk tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan point tertentu.

Kadang point bisa didapatkan oleh anggota jika ada pembelian langsung dari produk yang dipasarkan, maupun melalui pembelian tidak langsung melalui jaringan keanggotaan. Tetapi kadang point bisa diperoleh tanpa pembelian produk, namun dilihat dari banyak dan sedikitnya anggota yang bisa direkrut oleh orang tersebut, yang sering disebut dengan pemakelaran.

Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :

Alasan Pertama: Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan pertama,  sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga.

Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.

Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?

Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:

1. Hadits abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

 “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi,  “Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533)

Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.

2. Hadist Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

 لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

"Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu Daud)

Hadits di atas juga menerangkan tentang keharaman melakukan dua transaksi dalam satu akad, seperti melakukan akad utang piutang dan jual beli, satu dengan yang lainnya saling mengikat. Contohnya: Seseorang berkata kepada temannya, “Saya akan jual rumah ini kepadamu dengan syarat kamu meminjamkan mobilmu kepada saya selama satu bulan.” Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi,  Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)

Alasan Kedua: Di dalam MLM terdapat makelar berantai.  Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya.

Adapun makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.

Alasan Ketiga: Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya  bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.

Perjudian juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja perjudian, dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal keuntungan tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.

Alasan Keempat: Di dalam MLM banyak terdapat unsurgharar  (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.

Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara al-hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)

Alasan Kelima: Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah :Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.

Merekalah yang terus menerus mendapatkan keuntungan-keuntungan tanpa bekerja, dan mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan untuk  melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat banyak.

Alasan Keenam: Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl,karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash.

Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.

Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935). Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com].

sumber: http://m.voa-islam.com/news/tsaqofah/2010/12/06/12129/mlm-dalam-pandangan-islam/
google-site-verification: google232967cbbf22a7ad.html

Kamis, 24 Desember 2015

Fatwa Ulama: Seputar Merayakan Natal

Berikut adalah beberapa fatwa ulama seputar natal. Bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat natal?

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca : cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka,  mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-

Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni ini, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama – Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,

“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab :

Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.

Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah–

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar [39] : 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3)

[Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?]

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawabkarena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3] : 85)

[Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?]

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

[Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?]

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’mengatakan bahwa sanad hadits inijayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqimmengatakan,

“Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.

Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua – Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka

Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dariMajmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.

Syaikh rahimahullah ditanya : Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?

Beliau rahimahullah menjawab :

Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena dulu ketika kecil, Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.

Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga –  Merayakan Natal Bersama

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’(Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi)  no. 8848.

Pertanyaan : Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?

Jawab :

Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini  termasuk bentuktolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, danjangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah [5] : 2)

Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah : Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan :

Pertama, Kita –kaum muslimin-diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkanmengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum musliminsebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, danmengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’ [4] : 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal,tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.


Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Selasa, 01 Desember 2015

ISTINJA ( BUANG AIR BESAR DAN KECIL ) DAN ADAB-ADABNYA



Anjuran dalam beristinja:

1.Menggunakan sandal atau alas kaki untuk menghindari najis. ( Imam Nawawi ). Akan lebih baik, di dalam WC atau kamar mandi disediakan sandal khusus, dan sebaiknya tidak dibawa keluar WC/ Kamar mandi.
2.Masuk WC/ Kamar mandi dengan melangkahkan kaki kiri telebih dulu. ( HR Tirmidzi ).
3.Doa masuk WC/ Kamar mandi ( dianjurkan baca doanya di luar pintu WC/ Kamar mandi, kira-kira 3 langkah )


Allahumma inni a’uudzubika minal khubutsi wal khobaaits. ( Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan syetan laki-laki dan wanita ) ( HR Bukhari, Muslim )



4. Keluar WC/ Kamar mandi, disunnahkan dengan kaki kanan lebih dulu, dengan baca doa:


Ghufroonaka. Alhamdulillahilladzii adzhaba ‘anil adzaa wa ‘aafanii. ( Aku memohon ampunan-Mu. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan telah menyembuhkanku.) ( HR Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)

5. WC adalah tempat berkumpul syetan. Tidak dianjurkan berlama-lama di dalamnya. Jika selesai hajatnya, secepatnya keluar dari WC. ( HR Nasa’I, Ibnu Majah ).
6. Dianjurkan memakai tutup kepala ketika di dalam WC, dan baru membukanya jika kita hendak membasahi rambut. ( Ibnu Sa’ad ). Jika tidak ada penutup kepala, hendaknya ditutup dengan lengan baju. ( Imam Nawani ).

7. Buang air hendaknya dengan duduk, jangan berdiri seperti orang Yahudi dan Nasrani. ( HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i ). Caranya adalah dengan duduk bertumpu di atas kaki kiri dan kaki kanan tegak di atas tanah. Hal ini akan lebih memudahkan najis keluar dan mengistirahatkan anggota tubuh utama, seperti lambung, dsb. ( Imam Nawawi ).

8. Hendakhnya beristinja hanya dengan tangan kiri. Jangan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. ( HR Bukhari, Nasa’i, Muslim, Tirmidzi ).

9. Sunnah/ amat dianjurkan menghemat air. Gunakan secukupnya. Nabi saw biasa menggunakan air dengan ukuran, seperti ukuran air wudhu, ukuran untuk buang air kecil dan untuk mandi. ( HR Tirmidzi ).

10. Hati-hati dengan cipratan air kencing, terutama jika kencing berdiri. Banyak orang yang disiksa di dalam kubur, karena tidak hati-hati ketika istinja dan tidak sempurna ketika berwudhu. ( HR Bukhari, Muslim, Ibnu Majah ).


Larangan Dalam Beristinja:
1. Jangan membawa lafazh ‘Allah’ dan ‘Muhammad’ atau ayat-ayat Al Qur’an ke dalam WC/ Kamar mandi. ( HR Nasa’i )
2. Jangan membuang hajat dengan menghadap ke arah kiblat dan jangan membelakanginya. Menghadaplah ke arah selain kedua arah tadi. Boleh menghadap atau membelakangi kiblat jika berada di dalam bangunan, itupun jika darurat atau terpaksa. ( HR Bukhari, Nasai’i, Muslim, Tirmidzi ). Maksud menghadap atau membelakangi kiblat adalah, menyingkapkan qubul atau dubur ke arah kiblat atau membelakanginya. ( Imam Nawawi ).
3. Jangan berbicara atau berkomunikasi di dalam WC. ( HR Abu Dawud, Ibnu Majah ). Termasuk menjawab salam pun tidak dianjurkan. Menjawabnya cukup dengan isyarat/ berdehem. ( HR Muslim, Tirmidzi, Nasa’i ).
4. Tidak boleh berdua/ berduaan di dalam satu kamar mandi, kecuali suami istri. ( HR Ibnu Majah, Abu Dawud ).
5. Tidak boleh beristinja menggunakan tulang atau kotoran hewan yang telah kering. Benda-benda itu adalah makanan jin. ( HR Muslim, Nasa’i ).
6. Jangan buang air kecil/ besar di lubang-lubang tanah, karena mungkin itu tempat tinggal jin. Sa’ad bin Ubadah mati dibunuh oleh jin karena kencing di lubang tanah. Dan jangan pula buang hajat di jalan umum, tempat orang lalu lalang, di tempat berteduh, di sumber air/ mata air, di kolam pemandian, di bawah pohon yang berbuah, atau di air yang mengalir. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
7. Tidak disukai buang air langsung di air yang diam/ tergenang, atau air yang mengalir, karena kebanyakan jin bertempat di situ pada malam hari. ( Imam Nawawi ).
8. Boleh buang air dengan memakai pispot. Nabi saw biasa meletakkannya di dekat tempat tidur Beliau. ( HR Nasa’i ).
9. Jangan makan, bernyanyi dan bersiul saat berada di dalam WC, meskipun tidak sedang buang hajat atau mandi. ( HR Ibnu Majah, Abu Dawud ).
10. Jangan menampakkan atau memperlihatkan aurat ketika buang air, usahakan bertutup diri atau pergi menjauh agar tidak terlihat oleh orang umum. ( HR Muslim, Tirmidzi ). Sebaiknya mencari tempat yang tidak terlihat oleh orang, tidak tercium baunya dan tidak terdengar. ( Imam Nawawi ).
11. Laki-laki tidak boleh melihat aurat sesama laki-laki, begitu pula wanita tidak boleh melihat aurat sesama wanita. ( Ibnu Asakir ).
12. Makruh buang air kecil di kamar mandi, karena dikhawatirkan sisa air kencing akan mengenai badan orang yang mandi.( HR Tirmidzi ). Kamar mandi dan WC sebaiknya dipisah.
13. Sunnah menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan memijit-mijit kemaluan dari pangkal sampai ujung, 3 kali.( Bagi kaum laki-laki ) ( Imam Nawawi ).
14. Jangan menggunakan jari telunjuk dan jempol untuk istinja. Setelah selesai hendaknya tangan digosokkan ke tanah atau dinding untuk menghilangkan bau, lalu dicuci dengan air. ( Imam Nawawi ).
15. Jangan memandang ke langit, melihat ke arah kemaluan atau melihat kotoran yang keluar darinya. Dan makruh bagi orang yang sedang buang hajat itu, berbicara atau sambil melakukan pekerjaan/ aktifitas lain, selagi membuang hajatnya. ( HR Muslim, Abu Dawud ).
16. Benda-benda yang diperbolehkan untuk beristinja, yaitu: air, batu, tanah liat yang keras, dan kertas/ tissue. Digunakan sebanyak 3 kali atau jumlah ganjil. ( HR Bukhari, Ibnu Majah ). Jika sudah suci pada kali yang ke-2, sempurnakan dengan yang ke-3. Jika sudah merasa suci ki tahap ke-4, maka sempurnakan dengan kelima, dst. Lebih diutamakan menggunakan gabungan batu dengan air ( Imam Nawawi ).
17. Benda-benda yang tidak sah untuk beristinja:
a. Benda-benda najis atau terkena najis. ( Bukhari )
b. Makanan manusia, seperti roti dan sebagainya. Atau makanan jin, seperti tulang. ( HR Muslim, Tirmidzi ).
c. Benda-benda terhormat, seperti bagian tubuh binatang yang belum terpisah darinya, terlebih lagi bagian tubuh manusia. Tetapi jika telah terpisah darinya dan suci, seperti rambut binatang yang halal dimakan dagingnya dan kulit bangkai yang telah disamak, maka boleh untuk istinja.

Semoga bermanfaat :)

Selasa, 24 November 2015


(source : curanblog )
 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tema kali ini yang akan diambil adalah masalah Riya'.Berhati-Hati Dengan Pamer Ibadah di Jejaring Sosialsuatu hal yang penting dilakukan.Mungkin dari dari sebagian anda belum mengerti apa itu Riya' itu apa.

Riya' adalah sifat suka menampilkan diri dalam beramal, agar amal tersebut dilihat orang dengan maksud ingin mendapat siimpati atau pujian.

Nah,sekarang sudah tau kan apa itu Riya'.Sekarang kita masuk inti dari pembahasan artikel ini.Yap,siapa yang tidak kenal dengan jejaring sosial facebook dan twitter ini.Dengan jejaring sosial memungkinkan penggunanya mudah berkomunikasi dengan teman mereka dengan istilah "Status" di Facebook ataupun "Tweet" di Twitter.

Tapi, Jejaring sosial juga bisa diibaratkan sebuah pisau, " jika ia digunakan oleh orang baik maka ia akan membawa kemaslahatan (kebaikan) dan jika digunakan oleh orang kurang baik maka akan membawa kemudharatan (keburukan). "
Misal perkataan Riya' :
" habis sholat subuh nih "
"sholat isya dulu deh ! "
" Menunggu bedug maghrib lho ini ~ "
" Nikmat sekali yang habis berbuka :9 "

Ini menunjukkan bahwa orang tersebut berpuasa.Memang mereka melakukan sesuatu yang sangat benar, yaitu beribadah kepada Allah SWT,
Tapi, alangkah baiknya jika hal tersebut ditutupi sehingga mengantisipasi adanya sifat Riya' yang muncul.

Ri'ya termasuk syirik ashghar (kecil) karena seseorang yang melakukan riya' ini telah menyekutukan Allah dengan selainNya dalam urusan ibadah. Dan terkadang perbuatan ini bisa saja sampai pada derajat syirik akbar. Ibnu Qayyim Al jauziyah mengungkapkan bahwa riya' yang termasuk dalam kategori syirik ashghar ini dengan istilah riya' yang ringan. Ini menunjukkan bahwa riya yang berat dapat menyebabkan orang sampai derajat syirik akbar.

Berikut ini tentang Hukum Riya' :

Keterangan beberapa hadits:
  
"Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah syirik paling kecil. Maka beliau ditanya tentang itu. Beliau berkata: Riya" (HR. Ahmad)
 
Hadits tersebut disitir oleh syeikh Muhammad bin Abdul Wahab (dalam kitab Tauhid) tanpa mengulas panjang lebar. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Thabrani, Ibnu Abid Dunya dan Baihaqi di dalam Az Zahdu. 

Berikut ini lafaz Ahmad: 
Yunus menceritakan kepadaku, menceritakan kepadaku Laits dari Yazid, yakni Ibnu Ilhad, dari Amru dari Mahmud bin Labid.

"Bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah syirik yang paling kecil. Mereka bertanya: Apakah itu syirik yang paling kecil ya Rasulullah? Beliau menjawab: Riya! Allah berfirman pada hari kiyamat, ketika memberikan pahala terhadap manusia sesuai perbuatan-perbuatannya: Pergilah kamu sekalian kepada orang-orang yang kamu pamerkan perilaku amal kamu di dunia. Maka nantikanlah apakah kamu menerima balasan dari mereka itu." 
 
Sabda beliau: "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah syirik yang paling kecil". Ini karena kasihnya Nabi Shallallahu walaihi wa sallam terhadap ummat dan belasnya kepada mereka dan memperingatkan terhadap apa yang ditakutkan yang akan merongrong ummatnya. Maka kebaikanlah bagi manusia setelah ditunjukkan oleh beliau karena waspada dan khawatir terhadap riya itu

Nabi SAW bersabda: 
"Allah tidak membangkitkan seorang pun Nabi kecuali benar adanya, menunjukkan ummatnya kepada kebaikan yang diketahuinya untuk mereka dan melarang mereka itu terhadap kejahatan yang diketahuinya."
 
Riya Lebih Tersembunyi Daripada Rambatan Semut
Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy (Ibnu Qudamah) 

Pengantar:
Duhai betapa beruntung pembaca e-mail ini dan betapa rugi penulisnya. Antum mendapatkan air jernih darinya sementara penulisnya mendapat air keruh. Tapi inilah perdagangan yang saya tawarkan. Bila hati pembaca lebih bersih maka itulah yang diharapkan, dengan tanpa terkotorinya hati penulis tentunya. Bila yang terjadi adalah sebaliknya maka Allah Subhanahu wa Ta�ala adalah tempat meminta pertolongan, dan segala kebaikan yang ada berasal dari Allah Yang Maha Tunggal semata.

Al-�alamah Ibnu Qudamah memberikan uraian tentang Riya�, Hakekat, Pembagian dan Celaannya, termasuk keterangan riya� yang menggugurkan amal dan yang tidak, obat dan cara mengobati riya� dan sebagainya. Uraiannya yang berdasar keterangan dari qur�an dan sunnah cukup jelas, dapat membuat takut orang yang terlalu beharap hingga meremehkan dan memberikan harapan kepada orang yang terlalu takut. Berikut ini saya kutipkan beberapa paragraf dari nasehat beliau yang bisa di jadikan perhatian agar kita bisa hati-hati, karena ini masalah hati. (ALS)

Ketahuilah bahwa kata riya� itu berasal dari kata ru�yah (melihat), sedangkan sum�ah(reputasi) berasal dari kata sami�a (mendengar). Orang yang riya� menginginkan agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya. 

Riya� itu ada yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya� yang tampak ialah yang dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah riya� yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi Allah menjadi ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan merasa berat melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya tatkala ada tamu di rumahnya. Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi sekalipun begitu riya� itu tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara pasti kecuali lewat tanda-tanda. 

Tanda yang paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya. Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya� dan bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya� yang tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya� itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu. Jika orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun secara langsung. 

Kesenangan atau riya� ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk mengatakannya, tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan kurus, suara parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang menunjukkan bahwa dia banyak shalat malam. 

Yang lebih tersembunyi lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan untuk diketahui orang lain, tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia merasa suka merekalah yang lebih dahulu mengucapkan salam, menerima kedatangannya dengan muka berseri dan rasa hormat, langsung memenuhi segala kebutuhannya, menyuruhnya duduk dan memberinya tempat. Jika mereka tidak berbuat seperti itu, maka ada yang terasa mengganjal di dalam hati. 
Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya� yang tersembunyi, yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat. 

Noda-noda riya� yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung jumlahnya. Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi antara memperlihatkan ibadahnya kepada orang-orang dan antara tidak memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya�. Tapi tidak setiap noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Masalah ini harus dirinci lagi secara detail. 

Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu Dzarr Radliyallahu Anhu, dia berkata, "Ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?" Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar gembira bagi orang Mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia."
Namun jika dia ta�ajub agar orang-orang tahu kebaikannya dan memuliakannya, berarti ini adalah riya�. 


Dipetik dari: Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy , "Muhtashor Minhajul Qoshidin, Edisi Indonesia: Minhajul Qashidhin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk", penerjemah: Kathur Suhardi, Pustaka al-Kautsar, Jakarta Timur, 1997, hal. 271-286.

Allah SWT Berfirman :
 
"Katakanlah wahai Muhammad sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah tuhan yang Maha Esa. Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan tuhannya maka hendaklah ia megerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya" (AL Kahfi 110)
Amal shalih ini adalah amal yang dilakukan secara benar dan ikhlas. Dan amalan yang ikhlas adalah yang dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah, sementara amalan yang benar adalah yang sesuai dengan tuntunan syariah sehingga amalan yang dilakukan bukan karena Allah tidaklah termasuk amal shalih. Bahkan ia akan ditolak berdasarkan sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami maka ia akan tertolak"
 
Rasulullah juga bersabda
 
"Amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan"
Sebagian ulama mengatakan bahwa kedua hadits ini adalah timbangan bagi seluruh amalan , maka hadits tentang niat adalah timbangan bagi amalan batianiah dan hadits sebelumnya adalah timbangan bagi amalan lahiriah.
 
Astagfirullahal 'adzim.Begitu besar efek Riya' sehingga kita dapat dijerumuskan dalam kesyirikanNa'udzubillahi min dzalik
 
Semoga kita bisa terhindar dari sifat seperti itu.Amin
Mari kita mengingatkan sesama muslim agar kita semua mendapat keridhaan-NYA.

Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarokatuh.

RIYA’ PENGHAPUS AMAL

saudaraku muslim dan muslimah taukah sodara hal yang paling utama suatu amalan diterima di sisi Allah adalah ikhlas. Tanpanya, amalan seseorang akan sia-sia belaka. Syaitan tidak henti-hentinya memalingkan manusia, menjauhkan mereka dari keikhlasan. Salah satunya adalah melalui pintu riya’ yang banyak tidak disadari setiap hamba.


Yang dimaksud riya’ adalah seseorang melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya. Termasuk dalam definisi riya’ adalah sum’ah, yakni melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang dilakukan, sehingga pujian dan ketenaran pun datang. Riya’ dan semua derivatnya merupakan perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik.
Hukum Riya’
Riya’ ada dua jenis. Jenis yang pertama hukumnya syirik akbar. Hal ini terjadi jika seseorang melakukan seluruh amalnya agar dilihat manusia, dan tidak sedikit pun mengharap wajah Allah. Inilah riya’ yang dimiliki oleh orang-orang munafik. Allah berfirman tentang keadaan mereka (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisaa’ : 142). Dengan kata lain, riya’ yang tergolong syirik akbar adalah masuk Islam karena motivasi riya’.
Adapun yang kedua adalah riya’ yang terkadang menimpa orang yang beriman. Sikap riya’ ini terkadang muncul dalam sebagian amal. Seseorang beramal karena Allah dan juga diniatkan untuk selain Allah. Riya’ jenis seperti ini merupakan perbuatan syirik ashghar. (lihat I’aanatul Mustafiid, Syaikh Shalih Fauzan)
Jadi, hukum asal riya’ yang ada pada orang beriman adalah syirik ashghar (syirik kecil). Namun, riya’ bisa berubah hukumnya menjadi syirik akbar (syirik besar) dalam tiga keadaan berikut :
1. Jika seseorang riya’ kepada manusia dalam pokok keimanan. Misalnya seseorang yang menampakkan dirinya di hadapan manusia bahwa dia seorang mukmin demi menjaga harta dan darahnya.
2. Jika riya’ dan sum’ah mendominasi dalam seluruh jenis amalan seseorang.
3. Jika seseorang dalam seluruh amalannya lebih dominan menginginkan tujuan dunia, dan tidak mengharapkan wajah Allah. (Al Mufiid fii Muhimmaati at Tauhid, Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi)
Ibadah yang Tercampur Riya’
Bagaimanakah status suatu amalan ibadah yang tercampu riya’? Hukum masalah ini dapat dirinci pada beberapa keadaan. Jika seseorang beribadah dengan maksud pamer di hadapan manusia, maka ibadah tersebut batal dan tidak sah. Adapun jika riya’ atau sum’ah muncul di tengah-tengah ibadah maka ada dua keadaan. Apabila amalan ibadah tersebut berhubungan antara awal dan akhirnya, misalnya ibadah shalat, maka riya’ akan membatalkan ibadah tersebut jika tidak berusaha dihilangkan dan tetap ada dalam ibadah tersebut. Jenis yang kedua adalah amalan yang tidak berhubungan antara bagian awal dan akhir, misalnya sedekah. Apabila seseorang bersedekah seratus ribu, lima puluh ribu dari yang dia sedekahkan tercampuri riya’, maka sedekah yang tercampuri riya’ tersebut batal, sedangkan sedekah lima puluh ribu yang lain tidak. (Lihat Al Mufiid fii Muhimmaati at Tauhid)
Jika Demikian Keadaan Para Sahabat, Bagaimana dengan Kita?Para sahabat adalah generasi terbaik umat ini. Keteguhan iman mereka sudah teruji, pengorbanan mereka terhadap Islam sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih mengkhawatirkan riya’ menimpa mereka. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Sesuatu yang aku khawatirkan menimpa kalian adalah perbuatan syirik ashghar. Ketika beliau ditanya tentang maksudnya, beliau menjawab: ‘(contohnya) adalah riya’” (HR. Ahmad, shahih)
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran tentang takut terjerumus dalam syirik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir kesyirikan menimpa para sahabat muhajirin dan anshor, sementara mereka adalah sebaik-baik umat. Maka bagaimana lagi dengan selain mereka? Jika yang beliau khawatirkan menimpa mereka adalah syirik ashghar yang tidak mengeluarkan dari Islam, bagaimana lagi dengan syirik akbar? Wal ‘iyadzu billah !! (lihat I’aanatul Mustafiid)
Lebih Bahaya dari Fitnah DajjalRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Maukah kuberitahukan kepadamu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika seseorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya “(HR. Ahmad, hasan)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa riya’ termasuk syirik khafi yang samar dan tersembunyi. Hal ini karena riya’ terkait dengan niat yang merupakan amalan hati yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Tidak ada yang mengetahui niat dan maksud  seseorang kecuali Allah semata. Hadits di atas menunjukkan tentang bahaya riya’. Kekhawatiran beliau lebih besar daripada kekhawatiran terhadap ancaman fitnah Dajjal karena hanya sedikit yang dapat selamat dari bahaya riya’ ini. Fitnah Dajjal yang begitu berbahaya, hanya menimpa pada orang yang hidup pada zaman tertentu, sedangkan bahaya riya’ menimpa seluruh manusia di setiap zaman dan setiap saat. (lihat I’aanatul Mustafiid)
Berlindung dari Bahaya Riya’Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik besar maupun syirik kecil. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita melalui sabdanya, ‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’ Rasulullah berkata, ‘Ucapkanlah : Allāhumma inni a’uudzubika an usyrika bika wa anaa a’lam wa astaghfiruka limaa laa a’lam (‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui)” (HR. Ahmad, shahih)
Tidak Tergolong Riya’An Nawawi asy Syafi’i rahimahullah membuat suatu bab dalam kitab Riyadus Shalihin dengan judul, “Perkara yang dianggap manusia sebagai riya’ namun bukan termasuk riya’“. Beliau membawakan hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa pendapatmu tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian dia mendapat pujian dari manusia? Beliau menjawab, “Itu adalah kebaikan yang disegerakan bagi seorang mukmin “ (HR. Muslim).
Di antara amalan-amalan yang tidak termasuk riya’ adalah :1. Rajin beribadah ketika bersama orang shalih. Hal ini terkadang menimpa ketika seseorang berkumpul dengan orang-orang shalih sehingga lebih semangat dalam beribadah. Perbuatan ini tidak termasuk riya’.
2. Menyembunyikan dosa. Kewajiban bagi setiap muslim apabila berbuat dosa adalah menyembunyikan dan tidak menampakkan dosa tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang menampakkan perbuatan dosanya. Di antara bentuk menampakkan dosa adalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka ‘aib-‘aibnya yang telah Allah tutup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Memakai pakaian yang bagus. Hal ini tidak termasuk riya’ karena termasuk keindahan yang disukai oleh Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walau sebesar dzarrah (semut kecil).” Lantas ada seseorang yang berkata,“Sesungguhnya ada orang yang suka berpenampilan indah (bagus) ketika berpakaian atau ketika menggunakan alas kaki.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan. Yang dimaksud sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)
4. Menampakkan syiar ajaran Islam. Sebagian syariat Islam tidak mungkin dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti haji, umroh, shalat jama’ah, dan shalat jum’at. Seorang hamba tidak berarti riya’ ketika menampakkan ibadah tersebut, karena di antara kewajiban dalam Islam ada yang harus ditampakkan dan diketahui manusia yang lain. Karena hal tersebut merupakan bentuk menampakkan syiar-syiar islam. (Lihat Bahjatun Nazhirin, Syaikh Salim al Hilali)
Ikhlas Memang Berat
Pembaca yang budiman, ikhlas adalah satu amalan yang sangat berat. Cobalah kita renungkan setiap amalan kita, sudahkah terbebas dari maksud duniawi? Sudahkah semuanya murni ikhlas karena Allah Ta’ala? Jangan sampai ibadah yang kita lakukan siang dan malam menjadi sia-sia tanpa pahala. Urusan niat dalam hati bukanlah hal yang mudah. Tidaklah salah jika Sufyan ats Tsauri rahimahullah mengatakan, “ Tidaklah aku berusaha untuk membenahi sesuatu yang lebih berat  daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab). Hanya kepada Allah kita memohon taufik. Wallahu a’lam.
Penulis : Ustadz dr. Adika Mianoki
Muroja’ah : Ustadz Aris Munandar, M.Pi.

Minggu, 22 November 2015

12 Golongan Orang Yang Didoakan Malaikat


Bismillah.. sodara/sodari muslim pernahkah anda tau aad 12 Golongan Orang Yang Didoakan Malaikat yaitu :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa: Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci." (HR. Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat. "Tidaklah salah seorang di antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya: Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia." (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan." (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib)

 4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf). "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf." (Para Imam, yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan 'aamiin' ketika seorang Imam selesai membaca Al-Fatihah. "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu." (HR. Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. "Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu di antara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat di mana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata: Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia." (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat Shubuh dan 'Ashar secara berjama'ah. "Para malaikat berkumpul pada saat shalat Shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'Ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'Ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?, mereka menjawab: Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat." (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)
8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan." (HR. Imam Muslim dari Ummud Darda', Shahih Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak. "Tidak satu hari pun di mana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa) kepada orang-orang yang sedang makan sahur. Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa sunnah." (HR. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit. "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya, kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Shubuh." (HR. Imam Ahmad dari 'Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain." (HR. Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)

Semoga bermanfaat. .

di share ya ke teman-temannya !!! :)

Selasa, 17 November 2015

Musibah Wanita dengan Parfum Saat Keluar Rumah

Saudariku yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
 

 Laki-laki mana pun pasti tergoda ketika melihat wanita lewat di hadapannya dan sudah jauh 50 meter masih tercium wewangiannya. Kebiasaan wanita yang keluar rumah dengan wewangian seperti ini amatlah berbahaya. Karena penampilan semacam ini dapat menggoda para pria, sewaktu-waktu pun mereka bisa menakali si wanita.
 

Namun banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini meskipun mereka berjilbab yang sesuai perintah. Padahal sudah jauh-jauh hari, hal yang menimbulkan fitnah semacam ini dilarang. Kecantian dan kewangian wanita hanya khusus untuk suami mereka di rumah.
 

Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i no. 5129, Abu Daud no. 4173, Tirmidzi no. 2786 dan Ahmad 4: 414. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir)
 

Bolehkah Wanita Memakai Pewangi Pakaian?
 

Penanya, “Bolehkahkan mencuci pakaian perempuan atau perempuan membasuh kedua tangannya dengan sabun wangi, kemudian perempuan tersebut keluar rumah dengan membawa wangi yang semerbak melewati para laki-laki yang bukan mahramnya?”

Jawaban Syekh Al-Albani, “Jika muncul wangi yang semerbak dari diri si wanita maka tentu saja tidak diperbolehkan.”

Pertanyaan, “Sebagaimana hukum wewangian?”

Jawaban Syekh Al-Albani, “Ya.” (Kaset Silsilah Al-Huda wan Nur, no. 814, detik 56:09 dst.)
 

Syekh Abu Said Al-Jazairi dalam bukunya Taujih An-Nazhar ila Ahkam Al-Libas waz Zinah wan Nazhar, hlm. 75 mengatakan, “Jika seorang muslimah tidak mengenakan parfum ketika keluar rumah, namun anak yang dia gendong diberi parfum, maka muslimah tersebut telah melakukan hal yang terlarang karena munculnya wangi yang semerbak dari arah dirinya.”
 

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, “Dianalogikan dengan minyak wangi (yang terlarang dipakai oleh muslimah ketika hendak keluar rumah, pent.) segala hal yang semisal dengan minyak wangi (sabun wangi dan lain-lain, pent.) karena penyebab dilarangnya wanita memakai minyak wangi adalah adanya sesuatu yang menggerakkan dan membangkitkan syahwat.” (Fathul Bari, 2:349)



Ya Allah teguhkanlah kami di atas iman dan amal shalih, hidupkan kami dengan kehidupan yang baik dan sertakan diri kami bersama golongan orang-orang yang Beriman.
Silahkan bagikan alamat blog jika dirasa bermanfaat..... :D